Segenap Asa dalam Sebuah Nama
********************
✏ Al-Ustadzah Ummu Abdirrahman Anisah bintu ‘Imran
🌷Memberikan nama yang baik adalah salah satu tugas orang tua bagi anaknya yang baru lahir.
☝Ada aturan-aturan yang harus diikuti orang tua agar nama anak bisa memberikan kebaikan dan berkah bagi pemiliknya.
🌹Sosok mungil itu telah ada dalam dekapan hangat sang ibu.
👋Tibalah saat dia mendengar sapaan sang ayah yang penuh kasih sayang, memanggilnya dengan nama yang diberikan baginya. Nama yang indah,disertai dengan harapan yang membuncah, semoga perjalanan hidup si buah hati kelak akan sebaik nama yang disandangnya.
🎈Barangkali jauh hari sebelum si kecil lahir ke dunia, tak kurang banyaknya nama yang dirancang oleh ayah dan ibu, dilatari oleh sekian banyak pertimbangan.
👉Ada yang ingin menamai anaknya dengan nama tokoh yang dikagumi disertai harapan, anaknya akan sehebat tokoh peristiwa itu.
☝Ada pula yang sekedar mempertimbangkan faktor “keren dan enak didengar”.
🎈Si kecil tumpuan harapan, sudah semestinya ayah bunda memberikan nama yang terbaik bagi dirinya, nama yang dicintai oleh Rabb semesta alam. Tidak ada jalan lain untuk mendapatkannya, kecuali menelaah kembali, bagaimana Allah dan Rasul-Nya menerangkan seputar seluk-beluk nama kepada kita.
☝Pada hari pertama hadirnya buah hati di dunia, sang ayah boleh memberikan nama padanya. Kita bisa menyimak kisah pemberian nama Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam pada putranya, Ibrahim.“Semalam telah lahir anak laki-lakiku, maka aku beri nama dia dengan nama ayahku, Ibrahim.” (Shahih, HR. Muslim no. 2315)
☝Al-Imam An-Nawawi Rahimahullah menjelaskan bahwa kisah ini menunjukkan bolehnya memberikan nama anak pada hari kelahirannya. (Syarh Shahih Muslim, 15/75)
✋Juga kisah-kisah lainnya ketika para shahabat membawa anaknya yang baru lahir ke hadapan Rasulullah Shalallahu'alaihi wa sallam, beliau memberikan nama pada hari itu juga.
👍👍Kita lihat dalam kisah kelahiran Abdullah bin Az-Zubair Radhiyallahu 'anhu ketika Rasulullah Shalallahu'alaihi wa sallam men-tahnik-nya:“Kemudian beliau mengusapnya dan mendoakan kebaikan baginya, serta memberinya nama Abdullah.” (Shahih, HR. Muslim no. 2146)
✋Demikian pula dalam kisah lahirnya Abdullah bin Abi Thalhah Radhiyallahu 'anhu, ketika Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu membawanya ke hadapan beliau:“Kemudian beliau mentahniknya dan memberinya nama Abdullah.” (Shahih, HR. Muslim no. 2144)
👉Juga ketika Abu Usaid Radhiyallahu'anhu membawa putranya kepada Rasulullah Shalallahu'alaihi wa sallam pada hari kelahirannya:“Maka pada hari itu beliau memberinya nama Al-Mundzir.” (Shahih, HR. Al Bukhari no. 6191 dan Muslim no. 2149)
👋Begitu pula penuturan Abu Musa Al-Asy’ari Radhiyallahu''anhu :“Telah lahir anak laki-lakiku, lalu aku membawanya kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, maka beliau memberinya nama Ibrahim dan mentahniknya dengan kurma.” (HR. Muslim no. 2145)
👋Namun di sisi lain, kita dengar penjelasan bahwa seorang anak diberi nama pada hari ketujuh, sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam melalui lisannya yang mulia:
“Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, maka pada hari ketujuh disembelih hewan, dicukur rambutnya dan diberi nama.” (HR. Abu Dawud no. 2838)
☝Untuk memahami dua sisi ini, kita buka penjelasan Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani Rahimahullah. Beliau mengatakan bahwa anak yang tak hendak diaqiqahi, maka pemberian namanya tidak ditangguhkan hingga hari ketujuh, sebagaimana yang terjadi dalam kisah Ibrahim bin Abi Musa, Abdullah bin Abi Thalhah, demikian pula Ibrahim putra Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam dan Abdullah bin Az-Zubair, karena tidak ada penukilan yang menyatakan bahwa salah seorang diantara mereka diaqiqahi. Sedangkan anak yang hendak diaqiqahi, maka pemberian namanya ditangguhkan hingga hari ketujuh sebagaimana yang ada dalam hadits-hadits lain. (Fathul Bari, 9/501)
☝Pun ayah bunda tak lupa memilihkan nama terbaik bagi anaknya.
Namun toh semua itu tetap tak lepas dari tinjauan syariat, ketika Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam telah memberikan tuntunan:“Sesungguhnya nama yang paling dicintai oleh Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman.” (HR. Muslim no. 2132
👋Ucapan Rasulullah Shalallahu'alaihi wa sallam ini menunjukkan keutamaan kedua nama itu atas seluruh nama, demikian dijelaskan oleh Al-Imam An-Nawawi (Syarh Shahih Muslim, 14/113).
👉Ayah dan ibu pun bisa memilihkan nama dari deretan nama-nama para nabi.
👉Bahkan demikian yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu'alaihi wa sallam bagi putranya, dan demikian pula yang beliau berikan kepada anak-anak shahabatnya. Beliau berikan nama Ibrahim kepada anak Abu Musa Al-Asy’ari, dan Yusuf kepada anak Abdullah bin Salam, sebagaimana dikisahkan sendiri oleh Yusuf bin Abdillah bin Salam:“Rasulullah memberiku nama Yusuf dan mendudukkan aku di pangkuan beliau serta mengusap kepalaku.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Adabul Mufrad no. 282 bahwa isnadnya shahih)
👋Tak layak dilalaikan, ada nama-nama yang haram disandang.Kita bisa melihat penjelasan Rasulullah mengenai hal ini.“Sesungguhnya nama yang paling hina di sisi Allah adalah seseorang yang bernama Malikul Amlak (raja dari seluruh raja).”
👉Ibnu Abi Syaibah menambahkan dalam riwayatnya: “Tidak ada raja kecuali Allah Ta'ala.” Al-Asy’atsi berkata bahwa Sufyan mengatakan:”Seperti Syahan Syah.” (HR. Al-Bukhari no.6206 dan Muslimno. 2143)
☝Kita simak ucapan Al-Imam An-Nawawi Rahimahullah ketika menjelaskan hadits ini. Beliau mengatakan bahwa pemakaian nama ini haram, demikian pula memakai nama-nama Allah Subhanahu wa ta'ala yang khusus bagi diri-Nya, seperti Al-Quddus (Yang Maha Suci), Al-Muhaimin (Yang Maha Memelihara), Khaliqul Khalq (Pencipta seluruh makhluk), dan sebagainya. (Syarh Shahih Muslim, 14/122)
👎Penamaan yang terlarang ini tidak hanya mencakup dalam lafadz bahasa Arab, namun lafadz dalam bahasa lain apabila maknanya demikian pun terlarang.
☝Kita lihat dalam hadits di atas, Sufyan bin ‘Uyainah Rahimahullah memasukkan nama Syahan Syah –yang bukan berasal dari lafadz bahasa Arab namun bermakna serupa dengan Malikul Amlak– dalam larangan ini.
👋Hal ini dijelaskan oleh Al-Imam Al-Mubarakfuri. Beliau menyatakan bahwa Sufyan bin ‘Uyainah memberikan peringatan bahwa nama yang tercela ini tidak terbatas pada Malikul Amlak saja.
👉Akan tetapi, seluruh nama yang menunjukkan makna tersebut dengan bahasa apa pun termasuk dalam larangan ini. (Tuhfatul Ahwadzi, 8/102)
☝Begitu pula nama-nama yang mengandung tazkiyah(1) ataupun nama-nama yang buruk, sehingga didapati kisah-kisah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam mengganti nama-nama itu dengan nama yang lebih baik.
☝Inilah penuturan Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu 'anhumaa, mengungkapkan apa yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu'alaihi wa sallam:
“Anak perempuan ‘Umar bin Al-Khaththab bernama ‘Ashiyah (wanita yang suka bermaksiat), maka Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam memberinya nama Jamilah (wanita yang cantik).” (Shahih, HR. Muslim no. 2139)
✋Ibnul Atsir Rahimahullah mengatakan –dalam penjelasan beliau yang dinukil di dalam ‘Aunul Ma’bud– bahwa Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam mengganti nama ‘Ashiyah tersebut karena syi’ar seseorang yang beriman adalah taat kepada Allah, sementara kemaksiatan adalah lawan dari ketaatan. (‘Aunul Ma’bud, 13/201)
👋Selain itu, ada pula putri Abu Salamah yang semula bernama Barrah (wanita yang suci) kemudian diganti oleh Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam dengan nama Zainab. Dia mengisahkan sendiri peristiwa ini:“Dulu aku bernama Barrah, kemudian Rasulullah Shalallahu'alaihi wa sallam memberiku nama Zainab.” (Shahih, HR. Muslim no. 2142)
✋Bahkan kedua istri beliau, Zainab bintu Jahsy dan Juwairiyah bintu Al-Harits Radhiyallahu 'anhumaa semula bernama Barrah, kemudian beliau mengganti nama mereka berdua. (Shahih, HR. Muslimno. 2140 dan 2141)
👋Al-Imam An-Nawawi Rahimahullah memberikan penjelasan bahwa hadits-hadits di atas mengandung makna penggantian nama yang jelek atau nama yang dibenci menjadi nama yang baik.
✋Telah pasti pula adanya hadits-hadits yang menerangkan bahwa Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam mengganti nama banyak shahabat.
☝Beliau Shalallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan pula bahwa alasan penggantian nama ini ada dua, yaitu
👉karena mengandung tazkiyah (pensucian diri)
👉atau dikhawatirkan terjatuh dalam tathayyur(2). (Syarh Shahih Muslim, 14/120-121)
✋Kita lihat dalam kisah Ibnu ‘Umar Radhiyallahu 'anhu di atas, Rasulullah Shalallahu'alaihi wa sallam tidak mengganti nama putri ‘Umar bin Al-Khaththab menjadi Muthi’ah (wanita yang taat) –padahal lawan dari kata ‘Ashiyah adalah Muthi’ah– karena ditakutkan nama tersebut mengandung tazkiyah. (‘Aunul Ma’bud, 13/201)
☝Ada satu hal yang perlu diketahui, dalam Islam disyariatkan memanggil seseorang dengan nama kunyah(3 ) walaupun orang itu belum memiliki anak.
👋Demikian pula yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam kepada seorang anak kecil, seperti yang kita dengar dalam penuturan oleh Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu :
🎀Rasulullah Shalallahu'alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik akhlaknya, dan aku mempunyai saudara laki-laki yang telah disapih yang dipanggil Abu ‘Umair. Apabila Rasulullah Shalallahu'alaihi wa sallam datang kemudian melihatnya, beliau biasanya mengatakan: ‘Wahai Abu ‘Umair! Apa yang dilakukan burung kecilmu?’ Dia biasa bermain-main dengan burung kecil itu.”
(Shahih, HR. Muslim no. 2150)
☝Perbuatan Rasulullah Shallahu 'alaihi wa sallam ini menunjukkan bolehnya memberikan nama kunyah kepada seseorang yang belum memiliki anak atau kepada anak-anak, dan ini bukan termasuk dusta.
☝Demikian dijelaskan oleh Al-Imam An-Nawawi Rahimahullah ketika membicarakan hadits ini.
(Syarh Shahih Muslim, 14/129)
👍👍Manakala telah gamblang tuntunan Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam , apakah selayaknya seorang ayah atau seorang ibu –yang ingin memberikan seluruh kebaikan bagi putra-putrinya yang mengemban segenap harapan mereka– akan melalaikan hal ini? Karena bagaimanapun, sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam.
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.
📝Catatan Kaki:
🍎1. Tazkiyah adalah nama yang mengandung pensucian.
🍎2 Tathayyur adalah anggapan untung/ sial karena adanya suatu tanda, misalnya burung, hari, bulan, dll.
🍎3 Kunyah adalah nama yang menggunakan Abu atau Ummu, biasanya diambil dari nama anak pertama atau anak laki-laki pertama.Atau yang diawali dengan Ibnu atau Bintu.
📪 Sumber:
http://asysyariah.com/segenap-asa-dalam-sebuah-nama/
Sebuah media belajar .. Yang kami dedikasikan, untuk para orang tua, yang mendambakan anak-anak Shalih dan Shalihah...
Label
- Adab Ibtidaiyah Kelas 1
- Aku Cinta Al Qur'an
- Aku Suka Membaca
- Aqidah Ibtidaiyah Kelas 1
- Aqidah TK A
- Audio Asatidzah
- Bahasa Arab Ibtidaiyah Kelas 1
- Bahasa Arab TK A
- Bahasa Indonesia_Ibtidaiyah_Kelas 1
- Berbahasa TK A
- Berhitung TK A
- BMR
- Coretan kecilku
- Do'a Anak Shalih
- Durusul Lughah Lil Athfal
- Fatawa Pendidikan Anak
- Figur Wanita Shalihah Panutan Ibu Shalihah
- Fiqh/Ibadah Ibtidaiyah Kelas 1
- Fiqh/Ibadah TK A
- Hafalan Do'a Ibtidaiyah Kelas 1
- Ibu
- Jadwal Belajar
- Ketrampilan
- Kognitif TK A
- Kurikulum
- Lembar Kerja
- Matematika Ibtidaiyah Kelas 1
- Menggambar dan Mewarnai
- Modul Belajar
- Pelajaran Seni TK A
- Pendidikan Anak
- Peraturan dan Seputar RA
- Psikologi Anak
- Resep Ummii
- Sosemke TK A
- Tarikh Ibtidaiyah Kelas 1
- Tarikh TK A
- Tema Diri Sendiri
- Tema Kebutuhanku
- Tema Lingkunganku
- Tema Tanaman
- Tema Transportasi
- Ummii Pintar Memasak
- Video Edukatif Tarbiyah Islamiyah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar